Ali Hasjmy, Sang Penyair Pujangga Baru dari Aceh Bergelar Profesor

Koropak.co.id, 24 March 2022 18:09:57
Penulis : Muhamad Eris
Ali Hasjmy, Sang Penyair Pujangga Baru dari Aceh Bergelar Profesor


Koropak.co.id - Moehammad Ali Hasjim atau yang lebih dikenal dengan nama Ali Hasjmy merupakan seorang penyair yang lahir di Lampaseh, Aceh Besar pada 28 Maret 1914. 

Dalam dunia sastra pertama kali, Ali Hasjmy dikenal sebagai penyair Pujangga Baru dengan sajaknya berjudul "Menyesal" yang banyak dikenang. 

Tak hanya itu saja, dia juga dikenal sebagai pujangga bergelar profesor, ahli agama, tokoh politik, pejuang kemerdekaan, sampai dengan menjadi Gubernur Provinsi Aceh (1957-1964), provinsi paling barat di Indonesia untuk dua kali masa jabatan. 

Dilansir dari berbagai sumber, Ali Hasjmy merupakan anak kedua dari delapan bersaudara. Ayahnya, Tengku Hasjim, merupakan anak panglima perang, Pang Abas yang turut berperang melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Aceh. 

Ali Hasjmy menikah dengan Zuriah Aziz pada 14 Agustus 1941 dan dikarunia tujuh orang anak dan pada 18 Januari 1998, Ali Hasjmy meninggal dunia di Banda Aceh. Kala itu, ia menikah di usia 27 tahun, sedangkan istrinya berusia 15 tahun. 

Di masa mudanya, Ali Hasjmy dikenal sangat aktif di organisasi kepemudaan. Tercatat pada tahun 1932-1935, ia aktif di Himpunan Pemuda Islam Indonesia (HPII). Kemudian pada tahun 1935, ia mendirikan Serikat Pemuda Islam (Sepia) yang kemudian berubah menjadi Pemuda Islam Indonesia. 

Selanjutnya, bersama dengan sejumlah pemuda pada awal tahun 1945, ia mendirikan Ikatan Pemuda Indonesia (IPI), suatu organisasi yang tujuan utamanya untuk melawan kekuasaan penjajah. Selain aktif di berbagai organisasi kepemudaan, Ali Hasjmy juga aktif sebagai pegawai negeri. 

Tercatat, dia pernah menjadi Kepala Jawatan Sosial Daerah Aceh, Kutaraja (1946-1947) dan Inspektur Kepala Jawatan Sosial Sumatra Utara (1949). Namun pada tahun 1966, ia memutuskan untuk pensiun dini dari pekerjaannya sebagai pegawai negeri. 

Setelah tidak lagi memegang jabatan di pemerintahan, Ali Hasjmy diangkat sebagai Dekan Fakultas Dakwah (Publistik), IAIN pada tahun 1968 dan di tahun 1976 ia menjadi guru besar ilmu dakwah di IAIN Jami'ah Ar-Raniry Darussalam. 

Pada tahun 1982, tepatnya di bulan November, ia menjabat Rektor IAIN Jami'ah Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh. Selain itu, Ali Hasjmy juga pernah menjadi Ketua Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA), Ketua Majelis Ulama di Aceh, guru Perguruan Islam di Seulimeum, pemimpin umum Aceh Shimbun, dan pemimpin umum Semangat Merdeka.



Baca : Mengenal Suhu Dalang Jawa, Ki Manteb Sudarsono


Di bawah asuhan neneknya, dia pun bersekolah di Montasik pada sekolah Belanda Government Inlandsche School, sekolah dasar lima tahun. Sore harinya ia belajar di sekolah agama semacam pesantren yang disebut dayah, dan malam hari meneruskan belajar agama di meunasah. 

Sepeninggalan ibunya yang menikah lagi, pada tahun 1930-an, ia mengikuti ayahnya di Seulimeun. Di sana dia pun melanjutkan sekolah di Tsanawiyah yang ditamatkannya dalam tiga tahun. Kemudian setelah itu dia berangkat ke Padangpanjang untuk melanjutkan sekolahnya di Tawalib School tingkat menengah selama tiga tahun. 

Di sekolah inilah, ia mulai berkenalan dengan dunia jurnalistik dengan menjadi sekretaris redaksi majalah pelajar Kewajiban. Setamatnya di sekolah itu, ia kembali ke Seulimeun untuk mengajar selama tiga tahun di Tsanawiyah. 

Semangatnya untuk belajar, membawanya ke Padang untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi, yakni Al-Jamiah al-Islamiyah Quism Adabul Lughah wa Tarikh al-Islamiyah (Perguruan Kebudayaan Islam). 

Ketika umurnya menginjak usia 50 tahun, Ali Hasjmy berkuliah di Fakultas Hukum, Universitas Islam Sumatra Utara, Medan tahun 1952-1953. Namun, kebangkrutan usaha ayahnya pun menghentikannya belajar di perguruan tinggi itu. 

Akan tetapi sejak itulah kariernya sebagai pengarang dimulai dengan menulis untuk beberapa majalah di Jakarta dan Medan seangkatan dengan Hamka, OR Mandank, dan A. Damhuri. Namanya pun semakin dikenal sebagai penyair dan penulis cerpen melalui majalah Panji Islam, Pedoman Masyarakat dan Angkatan Baru. 

Beberapa nama pena pun dipilihnya, seperti Al Hariri, Asmara Hakiki, dan Aria Hadiningsun. Pemakaian nama pena pada saat itu amat biasa dan merupakan kelaziman. Sebagaimana berlaku juga untuk Amir Hamzah, Armijn Pane, dan Hamka. 

Pada tahun 1936, terbitlah kumpulan sajaknya Kisah Seorang Pengembara dan pada tahun 1938 kumpulan sajak Dewan Sajak. Kedua kumpulan sajak itu diketahui terbit di Medan tanpa menghasilkan imbalan yang berarti. 

Barulah pada tahun 1939, ia memperoleh imbalan yang layak dari dua novelnya, yakni Bermandi Cahaya Bulan (1938) dan Melalui Jalan Raya Dunia (1939) yang juga diupayakan oleh penerbit Medan. Sementara itu, untuk karya-karya lain Ali Hasjmy meliputi Sayap Terkulai (novel, 1936) dan Suara Azan dan Lonceng Gereja (novel, 1948).*


Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini